Rasulullah Juga Manusia
Rasulullah juga manusia, seperti kita. Sangat manusia. Di juga makan seperti kita makan. Dia juga sakit seperti kita sakit. Dia terluka sebagaimana kita terluka. Darahnya muncrat sebab tertimpa busur dalam pertempuran. Ia juga menangis, ia tertawa dan semua kegiatan manusia lainnya.
Ia punya keinginan dan syahwat seperti kita maka dia pun menikah. Dia punya cinta sebagaiaman kita maka dia senang memiliki anak. Dia butuh harta sebagaimana kita maka di pun berdagang untuk menutupi kebutuhan keluarganya. Ia tertimpa demam yang tinggi. Bahkan ia meninggal.
Lalu apa yang membuatnya begitu mulia? Mengapa ia dijunjung tinggi setinggi-tingginya? Mengapa namanya harus disebutkan dalam salat? Bahkan tidak sah salat seseorang tanpa menyebut namanya. Ada apa dibalik semua ini? Apa rahasia sehingga kedudukan dan derajat tinggi ini ia peroleh?
Jawabnya adalah sebab ia orang paling besar manfaatnya. Ia orang yang paling besar jasanya. Ia yang paling banyak kebaikannya. Paling tinggi pedulinya.
Bukan karena kekayaan yang membuat ia mulia. Ia memang kaya tapi bukan sebab harta itu ia agung. Ia juga keturunan bangsawan tapi bukan sebab itu ia dihormati. Ia penguasa Arab tapi bukan sebab itu ia diagungkan.
Ia menjadi mulia dan menjadi sangat terhormat sebab mampu menjadikan apa yang ia miliki sebagai sarana untuk berbuat baik tak pernah henti. Ia berkorban tak pernah lelah. Ia memberi tak pernah putus.
Kebangsawananya tidak serta merta membuatnya sombong dan menjauh dari manusia. Ia tidak gengsi untuk membantu Bilal, budak hitam legam yang berbibir memble. Kekayaannya tidak menjadikanya berat untuk turun tangan membantu yang kesulitan. Ia tidak malu memerah susu untuk orang-orang sulit.
Kekuasaannya tidak membatasinya untuk menerima semua manusia yang datang padanya. Tak ada prosedur yang berbelit-belit untuk menemuinya. Ia tidak mengurung dirinya dalam istana bermandikan kesenangan. Tapi ia hadir selalu di tengah-tengah rakyatnya. Minimal lima kali sehari ia bertemu dengan masyarakatnya di masjid. ia tanyakan kondisinya, ia cari yang tidak hadir, ada apa dengannya? Sakitkah ia? Ia pun yang paling pertama menjenguk saudaranya yang tertimpa musibah itu.
Sewaktu seorang sahabat menanyainya, siapakan orang yang paling dicintai Allah? Rasulullah yang paling dicintai Allah tidak mejawab bahwa dirinyalah yang paling dicintai.
Bukan itu jawabannya sebab ia bukan sombong atau selalu merasa hebat. Bukan itu, sebab ia tidak mau menutup jalan bagi orang lain untuk menjadi yang paling dicintai Allah. Ia pun menjawab ahabbu annasi ila Allahi anfauhum linnas, yang paling dicinta Allah adalah yang paling besar manfaatnya pada sesama. Dari jawaban ini belaiu ingin mengajarkan bahwa siapa pun yang mampu menjadi paling bermanfaat maka dialah yang paling mulia. Dan sangat jelas bahwa Rasulullah yang paling besar manfaatnya.
Bermanfaatlah, manfaat yang sebesar-besarnya, sebanyak-banyaknya. Jangan sebab Rasulullah Beribadah yang banyak hingga pecah-pecah kakinya lalu kamu hanya ingin seperti itu. Jangan, sekali-kali jangan. Sebab ia pernah berkata, “membantu mengurus kebutuhan saudaraku adalah lebih baik dari pada tinggal di masjid beri’tkaf sebulan salat dan berpuasa.”
Jangan karena Rasulullah menyuruhmu menuntut ilmu hingga yang ada dipikiranmu hanyalah ilmu dan ilmu. Sebab diwaktu lain beliau mengatakan, “Allah punya hamba yang kerjanya membantu orang lain, semua manusia datang untuk meminta bantuannya. Mereka itulah yang akan selamat dari siksa Allah.”
Jika Ilmu hanya utuk menjadi kenikmatan bagimu saja tanpa dirasakan manfaatnya oleh saudaramu maka apa gunanya ilmu itu. Buat apa ia dikejar-kejar kalau hanya untuk menjadi bahan pembicaraan dan selesai dalam diskusi serta kajian kering tanpa makna. Buat apa ia diburu-buru jika hanya untuk prestasi. Prestasi yang membuat orang berdecak kagum dan membuatmu sulit untuk membantu orang lain sebab kamu malu prestasimu hilang.
Jangan karena Rasulullah mememerintahkanmu belajar maka yang ada dalam gelisahmu adalah belajar tanpa henti. Tidak. Sama sekali tidak. Islam bukan ajaran yang berat sebelah. Ia menyuruhmu belajar dan pada saat yang sama ia menyuruhmu perhatian pada masalah masyarakatmu.
Ia menyuruhmu beribadah dan pada waktu yang sama kamu harus membantu orang lain. Dan sekali lagi kita harus selalu camkan hadis Rasululah yang sangat menakutkan. “Barang siapa yang tidak peduli dengan permaslahan saudranya, ia bukan umatku.”
Dan kita belajar, kita berilmu, kita beramal sosial adalah jawaban semua ini.
Posted by Ruhama
on 03.39. Filed under
.
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0.
Feel free to leave a response